Juni kemaren saya telah menyelesaikan mata kuliah terakhir saya sebagai persyaratan kelulusan. Di KTH sendiri, mata kuliah thesis disebut Degree Project alias individual project untuk mendapatkan gelar. Degree Project sendiri terdiri dari 30 ECTS dari total minimum 120 ECTS yang harus diambil. Saya sendiri total mengambil 125.5 ECTS. KTH sendiri membolehkan mengambil sks tidak lebih dari 127.5 ECTS jika tidak ingin membayar biaya tambahan.
Degree Project untuk master degree berlangsung selama 20 weeks dengan maksimal 1 tahun untuk 1 topik yg sama. Jika dalam satu tahun kita masih belum bisa menyelesaikan thesis kita, kita harus re-take thesis yang artinya mengganti topik dan mulai lagi dari awal. Satu keuntungannya adalah kita tidak harus membayar lagi biaya kuliah. Mau retake thesis tiap tahun pun, kita tidak perlu membayarkan biaya tuition tambahan.
Satu hal yang saya cukup salut dengan sistem pendidikan eropa adalah dekatnya hubungan antara universitas dan perusahaan. Jadi lowongan master thesis student adalah hal yang sangat biasa dijumpai di sini. Biasaya lowongan master thesis untuk period Spring mulai dibuka dari bulan September. Kampus-kampus di Swedia sendiri, terutama KTH mengadakan Degree Project Fair khusus yang cukup besar layaknya Job fair. Jadi, kesempatan untuk mendapatkan topik thesis dari perusahaan cukup tinggi. Sebeneranya professor di universitas juga membuka lowongan untuk melakukan riset di kampus, hanya saja biasanya tidak mendapakan bayaran. Berbeda dengan perusahaan yang biasanya menjanjikan sejumlah uang yang cukup dan kesempatan untuk lanjut bekerja setelah lulus. Jadi, jika kamu ingin bekerja setelah lulus lebih baik mencari topik thesis perusahaan sedangkan jika ingin melanjutkan PhD akan lebih gampang jika mengambil topik thesis dari professor di kampus.
Di tengah pandemi, kesempatan bertemu supervisor cukup terbatas. Malangnya, supervisor dari universitas yang bisa menentukan saya bisa sidang atau tidak sangat unreachable. Email, sms, dan telpon saya tidak pernah di gubris, dan itu sejak awal maret. Oleh karena itu, saya inisiatif menghubungi examiner saya untuk menentukan jadwal sidang. Saya sendiri thesis di sebuah company. Oleh karena itu, saya memiliki dua orang supervisor. Hanya saja, company expectation itu berbeda dengan bidang yang kamu ambil. Dengan background HCI, seharusnya thesis saya berputar di user research. Hanya saja, supervisor company saya yang semulanya meminta untuk menjadi user researcher tiba tiba berubah ekspektasi. Hal hal buruk seperti ini bisa saja terjadi. Oleh karena itu sehabis defense, saya tetapi harus melanjutkan untuk mengimprove aplikasinya sampai si company benar-benar puas. Tapi sayangnya uang bayarannya tidak kunjung ditransfer ampe sekarang, hanya janji semu :))
Tantangan lain melakukan thesis adalah bagaimana kita bisa memotivasi diri kita sendiri. Jika dulu selama S1 di jurusan saya, kami punya jadwal pengumpulan B100, B200, dst (Makanya banyak yang lulus tepat waktu). Sedangkan disini kita sendiri yang harus inisiatif kapan harus menyelesaikan bab tertentu. Begitupun scope topik. Sejauh mana scope yang akan dibahas, sejauh mana kita merasa riset kita sudah menjawab research question dan sejauh mana kita merasa siap untuk defense. Situasi covid-19 ini mempengaruhi proses pengerjaan thesis. Ada yang extend karena memang topik nya berubah karena situasi corona, banyak juga yang malah jadi kewalahan time management trus thesis nya molor. Alhamdulillah saya bisa lulus tepat waktu. Kuncinya adalah mencari teman dengan semangat yang sama. Meskipun tidak ada lagi beasiswa setidaknya saya bersyukur karena masih bisa mendapatkan kesempatan internship di tengah-tengah proses revisi dan implementasi dari company yang ga kelar-kelar untuk bertahan hidup š
Defense thesis sendiri berlangsung 1 jam. Kita harus mencari opponent yang akan mengoposisi riset kita. Sidang 1 jam terdiri dari 20 menit presentasi, 20 menit menjawab pertanyaan dari opponent, 20 menit menjawab pertanyaan dari examiner dan penonton. Jadi, sebenarnya defense disini tidak semengerikan itu. Bahkan ada teman saya yang keseluruhan presentasi nya hanya membaca contekan. Dan itupun dianggap wajar di sini. Agak aneh mungkin kalo di Indo. Oiya karena situasi covid, sidangpun online. Jadi berasa less pressure.
Meskipun sudah sidang sejak 16 Juni 2020 dan dinyatakan pass. Degree certificate nya bahkan belum keluar sampai sekarang.
Moga bermanfaat ilmunya Sist, buat sendiri juga buat orang banyak. Oh iya kalo yang buat beda mental nulis ama budaya sekolah nak kuliah s2 disana apa ya? Dalam artian: mereka tuh belajarnya kaya gimana sih, terus kenapa sih bisa belajarnya kaya gitu, ya maksudnya teh kaya apa yang beda belajarnya para mahasiswa sini ya pengalaman S1 sist, ma S2 sist.
Terus pastilah ada kelebihan dari gaya nak mahasiswa Indo, btw di Indo gimana ye buat paham kalo gaya belajar tuh nentuin gimana kita paham, padahal saya tau betul kalo gaya belajar yang sesuai itu nentuin materi yang masuk ke pikiran kita.
BTW hahah, gak usah dijawab semua sih, kalo ngerasa gak penting atau konteksnya nyasar ngelebar2 hahaha, ya dah deh, sukses terus ma ilmu yang didapet, tetep jadi orang yang bermanfaat terus berkarya sist.
LikeLike